Hari-Hari
yang Dilarang untuk Berpuasa Padanya:
1. Dua
Hari Raya
2. Hari-hari Tasyriq
3. Puasa Hari Jum'at Saja
4. Puasa Hari Sabtu Saja
5. Pertengahan Kedua dari Bulan
Sya’ban
6. Puasa Pada Hari yang
Meragukan
7. Puasa Selamanya
1.
Dua
Hari Raya (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha)
1
Dari
Abu ‘Ubaid, budak yang dimerdekakan Ibnu Azhar, ia berkata, “Aku merayakan hari
‘Id bersama ‘Umar bin al-Kaththab رضي الله عنه, kemudian dia (‘Umar)
berkata:
هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ
الْآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ
“Ini
adalah dua hari yang Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang kita untuk berpuasa padanya, hari
di mana kalian berbuka puasa dan hari yang lainnya, hari di mana kalian memakan
hewan kurban kalian." 2
1. Bukhari dan Muslim meriwayatkan:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه: أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمِ اَلْفِطْرِ وَيَوْمِ
اَلنَّحْرِ
Dari Abu Said Al-Khudry: “bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang shaum pada dua
hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban”
2. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (IV/238/1990),
Shahiih Muslim (II/799/1137), Sunan Abu Dawud (VII/61/2399), Sunan at-Tirmidzi
(II/135/769), Sunan Ibnu Majah (I/549/1722)
2.
Hari Tasyriq
1
عَنْ أَبِي مُرَّةَ مَوْلَى أُمِّ هَانِئٍ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَرَّبَ إِلَيْهِمَا طَعَامًا
فَقَالَ كُلْ فَقَالَ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عَمْرٌو كُلْ فَهَذِهِ الْأَيَّامُ
الَّتِي كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا
بِإِفْطَارِهَا وَيَنْهَانَا عَنْ صِيَامِهَا، قَالَ مَالِكٌ وَهِيَ أَيَّامُ
التَّشْرِيقِ
Dari
Abu Murrah, budak yang dimerdekakan Ummu Hani’, bahwasanya dia bersama ‘Abdullah
bin 'Amr رضي الله عنهما datang menemui ‘Amr bin al-‘Ash, lalu dia
menghidangkan makanan untuk mereka berdua, seraya berkata, “Makanlah!” Dia
menjawab, “Aku sedang puasa.” ‘Amr berkata, “Makanlah, sesungguhnya ini adalah
hari yang Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan kami untuk berbuka dan
melarang kami berpuasa.” Malik berkata, “Hari itu adalah hari Tasyriq.”
2
عَنْ عَائِشَةَ وَابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا: لَمْ
يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ اَلتَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدِ
اَلْهَدْيَ
Dan
diriwayatkan dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar رضي الله عنهم, mereka berdua mengatakan, “Tidak diizinkan
berpuasa pada hari-hari tasyriq, kecuali orang yang tidak mendapatkan hewan
kurban (di Mina saat ibadah haji).” 3
1. Hari
Tasyriq adalah hari setelah hari Idul Adha, dan para ulama telah berselisih
pendapat apakah dia dua hari atau tiga hari. Sebab penamaan hari tasyriq, karena
daging hewan kurban dibentangkan di bawah terik matahari, ada yang mengatakan
hal ini disebabkan karena hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah matahari
terbit, yang lain mengatakan ini disebabkan karena shalat Idul Adha dilakukan di
saat terbitnya matahari, dan ada yang mengatakan, at-Tasyriq adalah takbir yang
dilakukan setiap selesai shalat. (Fat-hul Baari IV hal. 285)
2. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2113)], Sunan Abi Dawud
(VII/63, no. 2401)
3. Shahih: [Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 978)], Shahiih al-Bukhari
(Fat-hul Baari IV/242, no. 1997)
3.
Puasa
Hari
Jum'at Saja 1
Telah
diriwayatkan dari Abu Hurairah
رضي الله عنه, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ تَصُوْمَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ يَوْمًا قَبْلَهُ
أَوْ بَعْدَهُ
“Janganlah
seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sehari
sebelumnya atau sesudahnya.” 2
1. Terdapat hadits yang melarang mengkhususkan hari Jum’at, Rasulullah
bersabda:
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ اَلْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ
اَللَّيَالِي, وَلَا تَخْتَصُّوا يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ
اَلْأَيَّامِ, إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum'at untuk bangun beribadah
dibanding malam-malam lainnya dan janganlah mengkhususkan hari Jum'at untuk
shaum dibanding hari-hari yang lainnya, kecuali jika seseorang di antara kamu
sudah terbiasa shaum.” (HR. Muslim)
Adapun tuntunan Rasulullah صلى الله عليه وسلم pada hari Jum’at silahkan
baca Sunnah-sunnah di Hari Jum’at.
2. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/232,
no. 1985), Shahiih Muslim (II/801, no. 1144), Sunan Abu Dawud (VII/64, no.
6403), Sunan at-Tirmidzi (II/123, no. 740)
4.
Puasa
Hari
Sabtu Saja
Berdasarkan
riwayat dari ‘Abdullah bin Busr as-Sulami رضي الله عنه, dari saudarinya, ash-Shamma رضي الله عنهما, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
alam telah bersabda:
لاَ تَصُوْمُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيْمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ,
وَ إِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلاَّ لِحَاءَ عِنَبٍ أَوْ عُوْدَ شَجَرَةٍ
فَلْيَمْضُغْهَا
“Janganlah
kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali yang telah diwajibkan atas kalian. Jika
salah seorang di antara kalian tidak mendapatkan (makanan untuk berbuka) kecuali
kulit anggur atau ranting pohon, maka hendaklah ia mengunyahnya.”
1
1.
Shahih:
[Shahiih Sunan Abu Dawud (no. 2116)], Sunan Abi Dawud (VII/66, no. 2404), Sunan
at-Tirmidzi (II/123, no. 741), Sunan Ibni Majah (I/550, no.
1726)
5.
Pertengahan
Kedua
dari Bulan
Sya’ban bagi mereka yang tidak mempunyai kebiasaan
berpuasa
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُوْمُوْا
“Jika
telah sampai pertengahan bulan Sya'ban, maka janganlah kalian
berpuasa.”
1
Juga
dari Abu Hurairah رضي الله عنه, diriwayatkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ
يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ
الْيَوْمَ
“Janganlah
sekali-kali salah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan puasa satu
atau dua hari sebelumnya, kecuali jika orang itu tengah mengerjakan suatu puasa
yang biasa dilakukan, maka hendaklah ia puasa pada hari itu.” 2
1. Shahih:
[Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1339)], Sunan Abi Dawud (VI/460, no. 2320), Sunan
at-Tirmidzi (II/121, no. 735), Sunan Ibni Majah (I/528, no. 1651) dengan lafazh
yang mirip.
2. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/127,
no. 1914), Shahiih Muslim (II/762, no. 1082), Sunan Abi Dawud (VI/459, no.
2318), Sunan at-Tirmidzi (II/97, no. 680), Sunan an-Nasa-i (IV/149), Sunan Ibni
Majah (I/528, no. 1650)
6.
Puasa
Pada Hari yang
Meragukan
Dari
'Ammar bin Yasir رضي الله عنه, dia berkata:
مَنْ صَامَ اَلْيَوْمَ اَلَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا
اَلْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم
“Barangsiapa
yang berpuasa pada hari yang meragukan berarti dia telah mendurhakai Abul Qasim
(Rasulullah صلى الله عليه وسلم).” 1
1. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 961)], Sunan at-Tirmidzi (II/97, no.
681), Sunan Abu Dawud (VI/457, no. 2317), Sunan an-Nasa-i (IV/153), Sunan Ibni
Majah (I/527, no. 1645)
7.
Puasa
Selamanya,
walaupun dia berbuka pada hari-hari yang terlarang untuk
berpuasa.
Diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin ‘Amr رضي الله عنهما, ia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو! إِنَّكَ لَتَصُوْمُ الدَّهْرَ
وَتَقُوْمُ اللَّيْلَ, وَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمْتَ لَهُ الْعَيْنَ
وَنَهَكْتَ, لاَ صَامَ مَنْ صَامَ اْلأَبَدَ
“Wahai
‘Abdullah bin ‘Amr, sesungguhnya engkau selalu berpuasa sepanjang hari
(selamanya) dan bangun malam. Jika engkau terus melakukannya, maka engkau telah
menjadikan matamu cekung serta menyiksa dirimu. Tidak ada puasa bagi orang yang
puasa selamanya.”
1
Juga
diriwayatkan dari Abu Qatadah, bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah صلى الله عليه وسلم seraya bertanya, “Ya Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bagaimana cara engkau berpuasa?” Rasulullah
صلى الله عليه وسلم marah mendengar perkataan tersebut dan
manakala ‘Umar melihat hal itu, ia berkata, “Kami ridha Allah sebagai Rabb kami,
Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai Nabi kami. Kami berlindung kepada
Allah dari murka-Nya dan murka Rasul-Nya.” Dia terus mengulang perkataan itu
sampai Rasulullah صلى الله عليه وسلم berhenti marah, kemudian ia bertanya,
“Wahai Rasulullah صلى الله عليه وسلم bagaimana dengan orang yang berpuasa
selamanya?” Beliau bersabda:
لاَ صَامَ وَلاَ أَفْطَرَ
“Dia
tidak berpuasa dan tidak berbuka.” 2
1. Muttafaq 'alaihi: Shahiih Muslim (II/815, no. 1159 (187)), Shahiih
al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/224, no. 1979)
2. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud, no. 2119], Shahiih Muslim (II/818,
no. 1162), Sunan Abu Dawud (VII/75, no. 2408), Sunan an-Nasa-i
(IV/207)
8.
Larangan
Berpuasa Bagi Seorang Isteri Jika Suaminya Ada
(di Rumah) Kecuali dengan
Izinnya
Berdasarkan
riwayat dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dia berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ
“Tidak
dibolehkan seorang isteri berpuasa di saat suaminya di rumah, kecuali dengan
izinnya.” 1
1. Muttafaq
'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IX/293, no. 5192), Shahiih Muslim
(II/711, no. 1026), Sunan Abu Dawud (VII/128, no. 2141), Sunan at-Tir-midzi
(II/140, no. 779), Sunan Ibnu Majah (I/560, no. 1761) dengan
tambahan.
Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah 1
Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan,
minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan
puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah رضي الله عنها, ia
berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ فَقُلْنَا: لا. قَالَ: فَإِنِى إِذًا صَائِمٌ،
ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَر. فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ
. فَقَالَ: أَرينيْهِ، فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا، فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari, Nabi صلى الله عليه وسلم menemuiku dan bertanya,
“Apakah kamu mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata,
“Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang
lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais
(makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata,
“Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no.
1154).
An Nawawi رحمه الله memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa
sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke
barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur.
”
Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah
hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia
ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah
pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya.
Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa
disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.2
Ketiga: Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya
bersamanya kecuali dengan seizin suaminya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali
dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no.
1026)
Imam An Nawawi رحمه الله menjelaskan, “Yang
dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan
waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan
haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman
tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap
harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak bisa
hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah atau
puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.” 3
Beliauرحمه الله menjelaskan pula, “Adapun jika si suami
bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di sisi
istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”4
1. Bab ini dikutip dari tulisan Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal di muslim.or.id.
2. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/35
3. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/115
4. Idem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar