Selasa, 02 Juli 2013

Kisah Sahabat Nabi: Salim maula Abu Hudzaifah, Pemikul Alquran Terbaik (3-habis)



Ilustrasi Di awal peperangan, kaum Muslimin tidak bermaksud hendak menyerang. Tetapi setiap Mukmin telah merasa bahwa peperangan ini adalah peperangan yang menentukan, sehingga segala akibatnya menjadi tanggung jawab bersama.
Mereka dikumpulkan sekali lagi oleh Khalid bin Walid RA yang kembali menyusun barisan dengan cara dan strategi yang mengagumkan.
Kedua saudara itu, Abu Hudzaifah dan Salim, berpelukan dan berjanji siap mati syahid bersama demi Islam. Lalu keduanya pun menerjunkan diri ke dalam kancah yang sedang bergejolak.

Abu Hudzaifah RA berseru, "Hai pengikut-pengikut Alquran, hiasilah Alquran dengan amal-amal kalian!" Dan bagai angin puyuh, pedangnya berkelibatan dan menghunjamkan tusukan-tusukan kepada anak buah Musailamah.

Sementara itu, Salim berseru pula, “Amat buruk nasibku sebagai pemikul tanggung jawab Alquran apabila benteng kaum Muslimin bobol karena kelalaianku.”

“Tidak mungkin demikian, wahai Salim. Bahkan, engkau adalah sebaik-baik pemikul Alquran!" ujar Abu Hudzaifah. Pedangnya bagai menari-nari menebas dan menusuk pundak orang-orang murtad, yang bangkit berontak hendak mengembalikan jahiliyah Quraisy dan memadamkan cahaya Islam.

Salim berteriak mengumandangkan ayat Alquran, "Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran: 146).

Sekelompok orang-orang murtad mengepung dan menyerbunya, hingga pahlawan itu roboh. Tetapi rohnya belum juga keluar dari tubuhnya yang suci, sampai pertempuran itu berakhir dengan terbunuhnya Musailamah.

Ketika Kaum Muslimin mencari-cari korban dan syuhada, mereka temukan Salim RA dalam keadaan sakaratul maut. Ia sempat bertanya kepada mereka, "Bagaimana nasib Abu Hudzaifah?”

“Ia telah menemui syahidnya,” ujar mereka.

“Baringkan aku di sampingnya,” kata Salim.

“Ini dia di sampingmu, wahai Salim. Ia telah menemui syahidnya di tempat ini.”

Mendengar jawaban itu, Salim menyunggingkan senyum terakhirnya. Setelah itu, ia tidak berbicara lagi. Ia dan saudaranya telah menemukan apa yang mereka dambakan selama ini; masuk Islam bersama, hidup bersama, dan mati syahid bersama pula!

Persamaan nasib yang amat indah. Mereka berdua menemui Tuhannya, namun namanya tetap dikenang. Umar bin Khathab RA pernah berujar mengenang Salim, “Seandainya Salim masih hidup, pastilah ia menjadi penggantiku nanti.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar